Banner Ad Space

Guru Melek Digital : Update Konten Website Sekolah Sendiri

Di balik papan tulis dan tumpukan RPP, di sela suara lonceng dan suasana ruang kelas, ada satu ruang yang kini menanti disentuh : ruang digital sekolah. Selama ini, kita terlalu sering menyerahkan wajah digital lembaga kepada satu-dua orang yang dianggap “mengerti teknologi.” Tapi pernahkah kita berpikir bahwa sesungguhnya, guru adalah sosok paling layak dan paling mampu menghidupkan website sekolah ? Bukan karena keahlian teknis, tapi karena kedekatannya dengan denyut kehidupan di sekolah itu sendiri.

Siapa yang paling tahu bagaimana semangat siswa saat lomba kelas ? Siapa yang melihat langsung tawa guru saat rapat kerja berlangsung hangat ? Siapa yang merasakan langsung betapa antusiasnya siswa menyambut guru baru ? Bukan teknisi. Bukan admin. Tapi guru.

Website sekolah bukan sekadar tampilan. Ia adalah cermin. Dan guru adalah narator terbaik dari kisah-kisah kecil yang terjadi setiap hari, yang layak untuk diketahui oleh orang tua, masyarakat, bahkan calon siswa. Namun selama ini, banyak guru menganggap mengelola konten web adalah urusan rumit—padahal tidak. Tidak harus menguasai coding, tidak perlu menjadi ahli IT. Cukup satu hal : kemauan.
Melalui platform seperti Blogspot yang digunakan Tarbiya, pembaruan konten dapat dilakukan dengan cara yang begitu manusiawi. Menulis, menambahkan gambar, dan menerbitkannya. Proses itu tak lebih rumit dari menulis laporan pembelajaran.

Mengapa kita ragu, padahal setiap hari kita menulis di grup WhatsApp ? Mengapa kita takut, padahal setiap minggu kita membuat materi PowerPoint ? Mengapa kita diam, padahal setiap kegiatan ada cerita yang bisa dibagikan ?

Guru yang melek digital bukan berarti menjadi ahli teknologi. Guru yang melek digital adalah guru yang menyadari bahwa panggung pendidikan hari ini tidak hanya di ruang kelas, tetapi juga di layar-layar para wali murid. Di laman-laman mesin pencari. Di situs resmi yang mencerminkan kualitas sekolah kita.

Hari ini, lembaga pendidikan tidak bisa hanya bersandar pada lisan dan brosur. Dunia telah berpindah ke digital. Dan guru—bukan lagi cukup hanya menjadi pengajar, tetapi juga penjaga citra sekolah. Maka, jika bukan kita, siapa ? Jika bukan sekarang, kapan ?

Mulailah dari hal paling sederhana : satu artikel tentang kegiatan kelas. Satu dokumentasi perjalanan field trip. Satu catatan refleksi pembelajaran daring. Satu halaman kecil yang kelak menjadi bagian dari jejak besar institusi. Tidak perlu sempurna. Tidak harus viral. Yang penting : hidup. Karena website sekolah yang hidup bukan yang penuh animasi dan warna, tapi yang diisi dengan suara dan jiwa. Dan guru adalah sumber suara itu.

Tarbiya membuka jalannya. Tapi guru yang menyalakannya. Bukan dengan keahlian coding, tetapi dengan keberanian untuk memulai. Jadilah guru yang tidak hanya mengajar, tetapi juga merekam, menulis, dan mengabarkan. Karena di era ini, menulis di website sekolah adalah bagian dari mendidik.